Minggu, 30 November 2014


Asal Usul Banyuwangi

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang  melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.
“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.
“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. ” Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.
Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.
“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.
In the old days at the eastern tip of East Java Province, there is a big government ruled by a just and wise king. King has a son named Raden Banterang mighty. Raden Banterang favorite is hunting. “This morning, I will hunt to the forest. Prepare a hunting tool, “said Raden Banterang to the slave. After hunting equipment ready, Raden Banterang with several entourage went to the forest. Raden Banterang When walking alone, he saw a deer crossing in front of him. It was soon chasing deer to go deep into the forest. He split with the entourage. “Where a deer today?” Said Raden Banterang, when it lost track prey. “Will I continue to look to,” his determination. Raden Banterang break bush and forest trees. However, the game was not found. He arrived in a very clear river water. “Hem, fresh water really is,” Raden Banterang drinking river water, to feel lost their thirst. After that, he left the rivers. But walk a few steps, suddenly surprised the arrival of a beautiful girl.
“Ha! A beautiful girl? Really it is a human? Maybe the devil forest guards, “murmured Raden Banterang wondering. Raden Banterang ventured to approach the girl was beautiful. “You or the keeper of the forest people?” Sapa Banterang Raden. “I’m human,” replied the girl, smiling. Raden Banterang even introduced himself. Beautiful girl is welcomed. “My name comes from the government Surati Klungkung. “I was at this place because it saves itself from enemy attacks. My father was killed in defending the royal crown, “is obvious. Listening to her speech, Raden Banterang remarkably surprised. Seeing the suffering of the daughter of the King of Klungkung, Raden Banterang immediate help and take it back to the palace. Soon after their marriage to build a happy family.
One day, the daughter of the King of Klungkung walking alone outside the palace. “Surati! Surati “, call a man who dressed shabbily. After observing the man’s face, he realized that in front of the older sibling named Rupaksa. Rupaksa purpose is to encourage the arrival of her sister for revenge, because Raden Banterang had killed his father. Surati told that he would diperistri Raden Banterang since been indebted. That way, Surati does not help the older sibling call. Rupaksa angry to hear answers to her sister. However, it could provide a memorable form of Surati headband. “This headband should you keep under your bed,” the message Rupaksa.
Surati meeting with the elder sibling is not known by Raden Banterang, because Raden Banterang was hunting in the forest. When Raden Banterang in the middle of the forest, his eyes suddenly startled by the arrival of a tattered man. “Sir, Raden Banterang. You threatened the safety hazards that are planned by your own wife, “he says. “You can see the proof, with a view of a headband is placed under a dusk. Headband is owned by a man who asked for help to kill the Lord, “he said. After saying those words, tattered men disappeared under mysterious circumstances. Raden terrified Banterang heard reports that a mysterious man. It was immediately returned to the palace. After arriving at the palace, Raden Banterang go directly to the contest with his wife. He finds a headband that has been told by a man dressed in a ragged found in the forest. “Ha! True said the man! This headband as proof! You want to kill the plan to ask the owner of this headband! “Raden Banterang accused to his wife. “Is that so recompense to me?” Raden Banterang toilet. “Do not accuse the original. Younger brother did not mean to kill Kakanda, let alone ask for help to a man! “Surati said. However Raden Banterang fixed establishment, that his wife had helped it would endanger his life. Well, before his life is threatened, Raden Banterang first want to harm his wife.
Raden Banterang his wife intend to drown in a river. After arriving at the river, Raden Banterang talked about meeting with a ragged man while hunting in the forest. The wife was told about the meeting with a man dressed in tatters, as her husband explained. “He is the elder brother of Adinda. He is given a headband to Adinda, “Surati explain again, for Raden Banterang melted his heart. However, Raden Banterang still believes that his wife would harm himself. “Kakanda my husband! Open your hearts Kakanda! Sister is willing to die for the sake of Kakanda. But give me a chance to Adinda Adinda for describing the meeting with the elder brother named Rupaksa Adinda, “Surati said alert.
“Brother will kill brother of Adindalah! Adinda popular support, but Adinda less! “. Hearing this, the liquid heart of Raden Banterang not even consider her to lie .. “Kakanda! If the water becomes clear and aromatic, meaning Adinda not guilty! But, if it remains cloudy and foul smell, then Adinda fault! “What Surati. Raden Banterang assume that her speech trump. So, Raden Banterang immediately drew a dagger tucked in his waist. Along the front, Surati jump into the middle of the river and disappeared.
Soon, there was a miracle. Nan fragrant smell spread around the rivers. Looking at the incident, Raden Banterang cried in a voice shaking. “My wife is not guilty! Scented water this time! “What a sorry Banterang Raden. He laments the death of his wife, and regrets his stupidity. But it is too late.
Since then, the river becomes fragrant. In the Java language called Banyuwangi. Banyu meaning fragrant water and meaning fragrant. The name later became the name of the city of Banyuwangi Banyuwangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar